Kamis, 10 Mei 2012

Haruskah Kita Malu Karena Ayah miskin

Ironis dan menyedihkan, inilah kejadian yang paling nyata dan menyita perhatian bagi orang-orang yang peka dan memperhatikan keadaan disekelilingnya. Banyak kita alami dan tanpa kita sadari itu adalah kenyataan, kususnya penimpa para remaja. Bisa dikatakan ini adalah penyakit jiwa. Ia.. penyakit yang menimpa diri kita selaku manusia. Betapa sering kita mengabaikan dan acuh tak acuh, pernahkah kita meminta untuk lahir kedunia dari orang tua kita...? pernahkah kita memesan kepada Allah harus lahir dari orang tua yang berharta..? pernahkah kita memesan supaya tidak lahir dari orang tua yang cacat..? tidak semua itu adalah Kudrat dan Takdir bagi kita manusia.

Saudara sekalian, zaman sekarang banyak kita lihat para remaja. Yang membuat orang tua meneteskan air mata. Bayangkan,,, kadang kta di Kost atau di Asrama tempat kita belajar baik itu sekolah maupun pesantren. Beginilah yang saya lihat hampir setiap hari di suatu pesantren. Jam berkunjung untuk tamu biasanya setelah shalat asar, halaman pesantren sudah terlihat ramai, banyak orang tua yang berdatangan , ada yang sekedar melepas kangen dan ada yang berkunjung karena lama tidak berjumpa dengan anaknya. Para wali santri tidak bisa kita pung kiri tingkatan ekonomnya bermacam-macam. Ada yang datang dengan mobil mewah, mobil biasa, kereta dan ada yang menumpang naik RBT. Seorang santri perempuan sudah berkali-kali di panggil operator pesantren untuk menemui orang tuanya, kebetulan ayahnya yang berkunjung. Baju yang dikenakan kebetulan agak kusam dengan sandal jepit yang sudah butut. Entah kali yang keberapa dia di panggil, padahal si anak ada di sekitar pesantren. Tapi tetap tidak mau menemui ayahnya. Hingga waktu berkunjung hampir habis, karena kepepet waktu ayah sianak ini menemui salah seorang ustaz dan berkata. “ ustaz,, maaf anak saya tidak datang-datang. Mungkin dia lagi ada kegiatan.” Ucap si bapak dengan nada suara agak mengalun. Nampak dari raut wajah sibapak kelelahan dan menyesal tidak berjumpa anaknya. “ saya titip ini ustaz ya...?.” bungkusan dengan kantong plastik berwarna hitam. Di dalamnya ada nasi dan beberapa makanan yang lain. “ Ustaz,, kalaw jumpa anak saya tolong kasih tau bahwa saya tidak bisa menungu lagi. Karena ibunya lagi kurang sehat..!” dengan mata mulai beranak sungai. “ mungkin dia malu dengan kedatangan saya ustaz, ayah yang miskin apalagi pakaian saya seperti ini. Saya lupa dan tidak teringat untuk beli pakaian demi dia senang dan betah disini, kami rela menyipan uang sedikit demi sedikit untuk dia. Biarlah kami tidak punya apa-apa, demi sianak.” Curhat sibapak dengan mata mulai memerah. “ saya datang dari jauh ustaz, pergi kemari kebetulan naik mobil yang mengantar bahan sayuran ke banda aceh. Maka saya ikut dan tidak bayar. Bungkusan itu masakan dari ibunya. Sekali lagi.. saya mohon pamit ustaz..” Para pembaca sekalian..? Apak ini pernah menimpa kita. malu kepada kawan kita sendiri karena orang tua kita miskin, cacat, kumuh, ketinggalan zaman, atau tidak selevel dengan orang tua kawan kita. pernahkah kita memikirkan hati mereka, kadang ibu kita dengan seiklas hati memasak makan kesukaan kita. tapi kenapa kita lari dan takut menemui mereka lantaran persoalan malu dengan kawan. Siapapun yang membaca tulisan ini. Ingatlah...? siapapun kita, ayah dan ibu bagaimanapun mereka tetap orang yang melahirkan kita. mereka orang yang mencari nafkah dan rela tidak makan demi kita anaknya. Apakah kita harus malu kepada orang lain yang baru kita kenal, malu pada pacar, tetangga, teman, dan orang lain lantaran orang tua kita miskin. Sungguh naif dan tidak tau di untung. Semoga kita sadar akan diri kita.. kasihani orang tua selagi mereka masih bisa menatap dunia ini. Sebelum ajal menjemput mereka, bahagiakan mereka di hari tua.

0 komentar:

Posting Komentar

komen disini