Nabi Muhammad dilecehkan dalam Film "Innocence of Muslims". hampir seluruh Ummat Muslim melakukan Demo didepan Kedubes Amerika untuk menuntut orang yang memproduksi film tersebut. sehingga seorang Kedubes Amerika tewas di Libya dengan tragis.
Melihat serta menyimak isi film karya sutradara anonim Sam Bacile, maka
wajar jika umat Islam terpancing emosinya. Tidak saja mem-visualkan
sosok Nabi Saww, film ini bahkan dengan beraninya menuduh homoseksual
terhadap Nabi Muhammad Saww.
Lalu bagaimana umat Islam harus menyikapi film ini?. Perlu diketahui,
bahwa sebelum beredarnya film “Innocence Of Muslims”, pernah ada film
sejenis yang berisi fitnah yang sama terhadap diri Nabi Saww dan Islam.
Namun gaungnya memang tak seperti yang terjadi saat ini.
Medio 2008, politisi Belanda, yang juga ketua Partai Kebebasan (PVV),
Greet Wilders, pernah membuat film bertajuk “Fitna”, yang juga
ditayangkan di situs Youtube. Film yang juga ditayangkan di situs
berbagi video “Liveleak” dan berdurasi sekitar 16 menit itu
memperlihatkan surat Al-Anfal:60, yang kemudian dianggap oleh Greet
Wilders sebagai perintah Islam untuk membunuh dan menyebarkan kekerasan.
Kemudian, pada bulan lalu di tahun 2012, ada video dokumenter bertajuk
“Islam: The Untold Story”, yang ditulis oleh sejarawan Tom Holland dan
rencananya akan ditayangkan di stasiun TV Channel 4. Tom Holland, yang
juga membawakan acara itu, bahkan menyebut Islam sebagai agama buatan.
Menariknya, meski kedua film di atas juga mendapatkan protes dan kritik
keras, namun tak sampai menimbulkan peristiwa “berdarah” yang memakan
korban jiwa, seperti film “Innocence Of Muslims”. Di sini kita berhenti
sejenak untuk berpikir, mengapa film “Innocence Of Muslims” sampai
menimbulkan gejolak yang demikian hebatnya, bahkan hingga memakan korban
jiwa?. Sedangkan pada kedua film di atas tidak?.
Mungkin jawaban, karena ditayangkannya sosok Nabi Muhammad Saww bisa
jadi tepat. Namun, jangan pula dilupakan bahwa pada bulan Agustus 2012,
di Jerman, pernah diselenggarakan pesta kartun Nabi Muhammad Saww. Kabar
mengenai hal itu pernah diposting di Kompasiana oleh Kompasianer
senior, Kong Ragile (Agil), dan seperti diketahui, umat Islam tak
beringas, melainkan hanya melayangkan gugatan melalui pengadilan Jerman.
Hal yang berbeda dalam menyikapi film “Innocence Of Muslims”.
Jelas, ada kebencian tersendiri bagi negara-negara Timteng, yang
kebetulan berpenduduk mayoritas pemeluk Islam, terhadap Amerika Serikat.
Film “Innocence Of Muslims” hanya-lah sebagai pemantik untuk
melampiaskan segala kebencian itu. Di sini-lah AS, sebagai Negara, harus
mempertimbangkan kembali kebijakan politik luar negerinya, yang
dipandang sangat menyudutkan Negara-negara mayoritas berpenduduk Islam.
Dengan hanya mengatakan umat Islam tak dewasa dan lain sebagainya, tanpa
melihat “kepongahan” AS dalam kebijakkannya terhadap Negara-negara
Timteng, tentu tak akan melacak akar masalah, yaitu mengapa reaksi umat
sangat berbeda untuk kasus film “Innocence Of Muslims” ini. Libya,
sebagai Negara tempat jatuhnya korban jiwa, jelas-jelas rakyatnya telah
mengirimkan sinyal “enough” terhadap segala campur tangan Amerika di
Negara itu. Dan seharusnya Amerika menangkap “sinyal” tersebut.
Sementara itu, umat Islam juga harus sadar motif tersembunyi di balik
tujuan pembuatan film itu. Surat kabar “Wall Street Journal” melaporkan,
Rabu (12/09/2012), Bacile menyatakan, melalui sambungan telepon, bahwa
tujuan utama film ini adalah politik. “Ini film politik. Amerika banyak
kehilangan uang untuk perang di Irak dan Afghanistan. Kami berjuang
melalui ide-ide,” kata Bacile.
Pernyataan Bacile, sang sutradara film, “Ini film politik”, jelas
menunjukkan motif yang sesungguhnya, yaitu agar terciptanya “chaos” dan
konflik horizontal antar umat beragama, bahkan menyeret Amerika. Sam
Bacile sangat mengerti bagaimana sosok Nabi Saww di mata muslim. Ia
menunggangi “psikologi” umat Islam dengan filmnya untuk memantik emosi
umat Islam. Tujuannya jelas, yaitu untuk mendeskriditkan umat Islam
-khususnya, dan Negara-negara Timteng -umumnya- yang bermayoritas
pemeluk Islam.
Di sisnilah umat harus mengerti tujuan mereka sebenarnya, agar tak
terseret ke dalam “pusaran” amarah yang justru merugikan umat Islam itu
sendiri. Jangan sampai reaksi umat berbuah pembenaran untuk menyerang
Negara-negara Islam secara membabi-buta, sekaligus menyudutkan posisi
Islam di mata dunia.
Akhirnya, kita memang harus marah atas film yang amat teramat melecehkan
itu. Namun, jangan dilupakan, amarah kita hendaknya ditempatkan pada
kotak yang semestinya. Kita jangan terprovokasi. Ingat film itu
bertujuan politik, seperti akuan sutradaranya. Jadi film itu tal lebih
bak api kecil yang dilemparkan di tengah-tengah minyak, agar membesar
dan seluruh dunia terkobar, habis dilalap oleh sulutan api amarah.
Jadi, film ini tidak harus dipandang melalui kacamata Islam vs Kristen,
melainkan ada “tangan-tangan” kotor nan jahat yang ingin merusak
hubungan toleransi yang coba dibangun oleh berbagai pemuka kedua agama
tersebut