Bangga Dengan Kesalahn |
Yang melintas di atas jembatan hanya bisa geleng-geleng kepala sambil melaju ketempat masing-masing. Tidak ada yang menegur apalagi membubarkan mereka, pemandangan ini seolah-olah hal yang lumrah di negeri syariat ini. Itu baru di jembatan pango, ditempat yang lain saya rasa lebih dasyat lagi. Di pantai ulee lhe, alu naga, lam pu uk, ujong bate dan tempat yang lain kita lihat hal yang sama seperti di atas jembatan pango.
Mereka gembira dan merasa benar atas apa yang telah mereka lakukan, wajah penuh dengan kegembiraan, sorotan mata tertuju kearah mereka sambil terjingkrak-jingkrak saling merangkul dengan lawan jenis tanpa menghiraukan keadaan sekitar. Seolah-olah dunia ada dalam genggaman untuk hari itu.
Budaya Huru Hara |
Selaku orang aceh saya merasa malu dan tertekan, disini saya tidak menyebut sekolah mana. Namun kita mengetahui dari simbul baju yang digunakan menandakan identitas sekolah yang terkait. Ini fenomena dan kenyataan kita di aceh, kalau kita ikut untuk berpikir dan bertanya-tanya siapa yang salah.? Saya rasa tidak ada yang patut untuk disalahkan, dan tidak ada yang patut untuk dibenarkan, semua ini adalah keteledoran kita selaku masyarakat aceh yang berbudaya islami.
Negeri yang dibanggakan sebagai tempat pemula islam tersebar dinusantara menjadi lautan pemuda dan pemudi saling bercengkrama didepan umum dengan baju yang sudah compang camping dicat. Fenomena ini menjadi pekerjaan bagi kita dan orang tua siswa, sudah sepatutnya budaya ini diminimalisir disekolah-sekolah untuk membina para siswa kearah yang lebih baik.
Mungkin sebagian orang bertanya-tanya, dimana Polisi Wilayatul Hisbah dan Pamong Praja serta intansi terkait untuk mengamankan mereka agar tidak leluasa merayakan syukuran kelulusan UN tanpa dilandasi dengan syariat islam. Tidak kita pungkiri juga ada sebagian yang merayakannya dengan membaca Yasinan di Musalla Sekolah sebagimana kita baca di harian serambi indonesia. Ini bukan saja pekerjaan WH atau intansi pemerintah yang lain. Ini juga PR bagi kepala sekolah, guru, ustaz, ulama, pemerintah dan masyarakat secara luas.
Potret Siswi Aceh |
Mari kita lihat dan kita renungi, bahwa kelulusan tersebut bukanlah akhir dari segala tantangan yang harus mereka emban.Karena kedepan tantangan justeru lebih besar,sementara kelulusan hanya sebagai awal bagi tantangan besar yang siap menyongsong mereka.Setelah mereka melakukan eforia seperti itu,lalu mereka mau kemana ? melanjutkan studinya kejenjang yang lebih tinggi atau akan menambah panjang lagi barisan pengangguran yang memang sudah menunggu sebelumnya.
Bagi keluarga mampu kemungkinan bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi,tetapi bagi keluarga miskin mayoritas di Indonesia dan kita di aceh kususnya tentu saja hal itu hanya tinggal mimpi belaka.Berbagai lembaga pendidikan sekarang ini berlomba-lomba hanya untuk kepentingan bisnis finansial semata,semakin tinggi biaya sekolah seakan semakin tinggi pula kwalitas sekolah tersebut.
Apalagi untuk memasuki kejenjang yang lebih tinggi lagi misalnya,hanya untuk mengenyam pendidikan di tingkat dasar saja kadang orang tua harus membayar sampai jutaan rupiah untuk biaya apa juga tidak jelas . Berbagai lembaga pendidikan berlomba-lomba merekayasa programnya sesuai selera mereka sendiri,yang berseberangan dengan kurikulum nasional Indonesia.