Jumat, 22 Juni 2012

Amerika Pelanggar HAM Paling Ngeri didunia

Piagam hak asasi manusia menekankan bahwa seluruh manusia terlepas dari warna kulit, kebangsaan, dan agama, memiliki hak yang sama. Dalam kondisi yang tidak adil, hak-hak sebagian orang pasti akan terkorbankan dan terlecehkan. Di AS, praktik diskriminasi ras adalah fenomena yang sudah ada sejak dahulu. Dengan demikian, di AS hak asasi sering diabaikan.
 
Sampai 150 tahun yang lalu, praktik penjualan budak-budak kulit hitam yang didatangkan dan diculik dari Afrika marak terjadi di AS. Budak-budak itu diperjualbelikan untuk dipekerjakan di ladang-ladang atau di rumah-rumah. Kesalahan sekecil apapun yang dilakukan seorang budak harus dibayar mahal dengan rasa sakit penyiksaan atau bahkan nyawa diri dan keluarganya. Sampai kinipun, sisa-sisa dari perlakuan yang tidak manusiawi itu masih terlihat di tengah masyarakat AS.
 
Di AS, undang-undang kesamaan hak tidak banyak dihiraukan dan diskriminasi ras dapat disaksikan di seluruh sisi kehidupan sosial. Orang-orang kulit hitam dan kelompok minoritas adalah korban praktik diskriminasi yang terjadi secara luas di sana. Bagi warga kulit hitam, pengadilan justeru menjadi lembaga yang tidak adil. Kondisi kehidupan dan kesejahteraan warga kulit berwarna juga mengenaskan. Mereka rata-rata hidup di bawah standar kesejahteraan.
 
Kantor Statistik di AS dalam laporan yang dirilis tanggal 26 Agustus 2008 menyatakan, pendapatan rata-rata warga AS tahun 2007 mencapai 20.233 USD setahun. Pendapatan pertahun warga kulit putih tercatat sebesar 54,920 USD, warga Spanish 38.676 USD, dan warga kulit hitam 33.916 USD. Seperempat komunitas kulit hitam di AS hidup di bawah garis kemiskinan, atau tiga kali lipat dari jumlah warga kulit putih yang hidup dalam kondisi yang sama.
 
Di bagian lain, warga kulit hitam dan kulit berwarna di AS sulit untuk memperoleh pekerjaan karena praktik diskriminasi luas di negara itu. Akibatnya, angka pengangguran di antara warna minoritas lebih tinggi dibanding warga kulit putih. Tercatat, 15 persen dari angka pengangguran terkait warga kulit hitam, 13 persen warga spanish dan 9 persen warga kulit putih. Di antara remaja dan pemuda kulit hitam usia 16-24 tahun, tercatat hampir 34 persen tidak bekerja. Angka ini adalah tiga kali lipat dari angka rata-rata pengangguran di AS.
 
Pengangguran di kalangan kelompok terpelajar dari komunitas kulit hitam juga mencapai dua kali lipat dari kasus yang sama di antara warga kulit putih. Di penghujung tahun 2009, meski tercatat 27 persen dari jumlah penduduk kota New York, warga kulit hitam dan Spanish tidak memperoleh peluang kerja yang cukup. Dari 11.529 lapangan kerja di lembaga pemadam kebakaran, warga kulit hitam hanya memperoleh 3 persennya sementara warga Spanish mendapatkan 6 persen.
 
Di bagian lain, media massa sering menggambarkan sisi negatif dari kehidupan warga kulit berwarna. Hal ini jelas menimbulkan masalah sosial dan kesulitan bagi mereka di tengah masyarakat yang mayoritasnya berkulit putih. Misalnya, untuk bisa menyewa rumah, warga kulit berwarna mesti menyisihkan lebih banyak uang dibanding warga mayoritas. Masalah itu semakin komplek ketika angka penderita penyakit AIDS yang mematikan itu lebih tinggi di antara warga keturunan Afrika.
 
Hasil riset dinas kesehatan dan keselamatan jiwa kota New York pada bulan Agustus menunjukkan bahwa dari semua kasus HIV yang terjadi tahun 2006 di New York, 46 persennya terkait warga kulit hitam sementara 32 persen terkait warga Spanish. Kerentanan perempuan negro terhadap penyakit AIDS 15 kali lebih besar dibanding perempuan kulit putih. Penyebabnya adalah kesejahteraan yang kurang terjamin, layanan kesehatan yang minim,dan tempat tinggal yang kurang memadai yang didapatkan oleh warga minoritas. Jika diskriminasi ras tidak mengakar kuat di AS, tentu nasib warga kulit hitam tidak akan separah ini.
 
Diskriminasi ras juga terjadi di lingkungan sekolah dan lembaga pendidikan. Misalnya, Lembaga Nasional New York tahun 2008 menerbitkan laporan tingkat pendidikan menengah atas di kalangan warga kulit hitam dan angka mereka ke perguruan tinggi saat ini masih jauh di bawah tingkat pendidikan warga kulit putih tiga dekade yang lalu. Lebih dari setengah warga minoritas etnis meninggalkan bangku sekolah sebelum menyelesaikan pendidikan menengah atas. Sementara, 53 persen kulit hitam yang lulus SMU tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi. Akibatnya, warga minoritas yang menyelesaikan pendidikan tinggi jauh lebih kecil dari warga kulit putih. Antara tahun 2003 sampai tgahun 2008, 61 persen calon mahasiswa kulit hitam dan keturunan Spanyol ditolak masuk fakultas hukum. Padahal untuk warga kulit putih angka itu hanya mencapai 34 persen.
 
Riset lainnya yang dilakukan terhadap lima ribu anak di kota Birmingham dan Los Angeles menunjukkan bahwa 20 persen anak kulit hitam dan 15 anak Spanish menjadi korban diskriminasi ras. Riset ini memperlihatkan bahwa diskriminasi ras adalah faktor paling dominan bagi berbagai penyakit kejiwaan di tengah anak-anak minoritas di AS. Kerentanan anak-anak keturunan Spanyol terhadap penyakit kejiwaan tiga kali dan anak kulit hitam dua kali lebih besar dari anak kulit putih.
 
Data lain menyebutkan bahwa di sekolah, anak kulit hitam lebih mudah dikenai hukuman fisik dibanding anak kulit putih. Laporan lain mengungkapkan soal pemisahan sekolah anak-anak kulit berwarna dari anak-anak kulit putih yang sampai sekarang masih sering ditemukan di AS. Di sekolah-sekolah yang secara lahirnya tidak membedakan siswa dari beragam etnis, siswa kulit hitam dan keturunan Spanyol sering menjadi korban penghinaan siswa-siswa kulit putih.(IRIB Indonesia)

0 komentar:

Posting Komentar

komen disini