Pada pembehasan sebelumnya kita sudah mengulas tentang
pandangan Imam Khomeini terkait pemerintahan Islam. Beliau meyakini
bahwa politik dan pemerintahan tak bisa dipisahkan dari agama. Salah
satu hal penting yang ditekankan oleh Imam adalah kepatuhan kepada hukum
Islam. Dalam pemerintahan ini, kekuasaan mutlak ada di tangan Allah
Swt. Beliau menekankan peran besar ulama dalam menjalankan hukum Allah
di tengah masyarakat seperti yang terjadi pada zaman Nabi Saw. Dengan
kata lain, perombakan pemikiran yang diciptakan oleh Imam Khomeni ra
sejak zaman rezim Pahlevi, adalah menerangkan peran dan kedudukan ulama
dalam memimpin umat.
Sebelum
kemenangan Revolusi Islam, ulama tidak banyak terlibat dalam urusan
politik. Imam Khomeinilah yang menyeru para ulama untuk ikut berjuang
melawan rezim thagut. Dengan demikian, ulama terlibat dalam perjuangan
politik dan sosial. Setelah kemenangan revolusi Islam, ulama memainkan
peran urgen dalam mengawasi penerapan hukum Allah. Kepada umumnya
rakyat, khususnya para ulama, beliau mengatakan, "Merestui kekuasaan
thagut berarti merestui penjarahan hak-hak rakyat. Dan tidak seorang
Muslimpun yang berhak merestui kekuasaan orang zalim walau hanya untuk
sesaat."
Dengan memaparkan ide
tentang pemerintahan Islam, Imam Khomeini menyatakan bahwa tanggung
jawab membimbing dan memimpin umat di zaman keghaiban Imam Maksum ada di
pundak Wali Faqih. Beliau menjelaskan, "Pemerintahan Islam adalah
pemerintahan hukum. Para pakar hukum khususnya pakar agama yaitu fuqaha
harus memikul tanggung jawab ini. Fuqahalah yang harus mengawasi semua
pelaksanaan, pengelolaan dan penyusunan agenda negara."
Merujuk kepada teks hadis-hadis dan ayat-ayat suci al-Quran, Imam
Khomeini membuktikan bahwa faqih memiliki wewenang kepemimpinan di masa
keghaiban Imam Maksum, yang salah satunya adalah memimpin pemerintahan
Islam. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Jakfar Shadiq as
berkata, "Ketika umat tidak bisa merujuk kepada Imam Maksum hendaknya
mereka merujuk kepada fuqaha yang memiliki wewenang seperti mereka (para
Imam Maksum)."
Kini yang menjadi
pertanyaan adalah siapakah faqih yang berhak memimpin masyarakat Islam
dan apa saja kriteria yang harus dimilikinya? Imam Khomeini menjelaskan
bahwa seorang yang menjadi Wali Fakih haruslah orang yang berjiwa paling
bersih dan menonjol diantara para ulama yang ada. Beliau menambahkan,
Wali Faqih harus memiliki empat kriteria utama, yaitu keilmuan yang
menguasai hukum Islam, keadilan, kesempurnaan dalam iman dan
kesempurnaan dalam akhlak. Imam Khomeini mengatakan, "Pemerintahan Islam
adalah pemerintahan hukum. Karena itu untuk duduk memimpin pemerintahan
ini orang harus memiliki ilmu cukup untuk mengenal hukum-hukum agama…
Pemimpin harus memiliki kesempurnaan iman dan akhlak. Dia harus adil dan
menjauhi dosa."
Keadilan adalah
syarat bagi seorang faqih untuk memimpin dan menjamin keselamatan
masyarakat. Jika pemimpin tidak adil, pemerintahan Islami tak akan
terwujud. Sebab, tanpa keadilan yang berarti keterjauhan dari dosa,
hukum dan ajaran Ilahi tidak akan bisa ia tegakkan. Imam Khomeini
mengatakan, "Pemerintahan Islam adalah supremasi hukum Ilahi atas
rakyat. Penguasa yang tidak adil akan menggantikan hukum Ilahi dengan
ambisi diri dan hawa nafsunya. Hal itu akan membawa pemerintahan ke arah
kediktatoran…"
Pemerintahan yang
dipimpin oleh seorang Wali Faqih yang adil mencegah kediktatoran dan
penistaan hukum. Pemerintahan seperti ini akan sangat peduli dengan
kesejahteraan dan kepuasan rakyat. Ketika seorang Faqih yang berada di
pucuk pimpinan kehilangan keadilan dan ketaqwaan pada dirinya, dengan
sendirinya dia juga kehilangan wilayah kepemimpinan atas umat dan
masyarakat.
Dalam pandangan Imam
Khomeini, ketika seorang pemimpin sudah memenuhi syarat keilmuan,
ketakwaan dan keadilan, maka rakyat harus patuh kepadanya. Beliau
menjelaskan, "Jika seseorang (dari kalangan ulama dan fuqaha) yang
memenuhi dua syarat kelayakan itu bangkit dan membentuk pemerintahan
maka wilayah kepemimpinannya atas masyarakat sama seperti kepemimpinan
Rasulullah Saw dan semua orang harus mentaatinya."
Meski demikian, beliau menggarisbawahi bahwa kedudukan yang dimiliki
fuqaha ini bukan kedudukan atau derajat kenabian dan imamah, tapi
kedudukan dalam hal tugas dan kewajibannya yang seperti tugas Nabi dan
Imam Maksum. Imam Khomeini mengatakan, "Wilayah yaitu pemerintahan,
tugas mengatur negara dan menjalankan hukum syariat yang merupakan tugas
berat dan penting. Ini adalah tugas dan kewajiban bukan derajat dan
kedudukan."
Bentuk pemerintahan
yang dipaparkan oleh Imam Khomeini adalah pemerintahan yang seluruh
instansi dan lembaganya dari sosok pemimpin tertinggi sampai pejabat
terendah berperilaku dan bergaya hidup seperti apa yang pernah
ditunjukkan oleh Imam Ali as ketika beliau duduk sebagai khalifah. Dalam
pemerintahan Islam, seorang pemimpin harus memiliki tujuan yang sama
dengan tujuan dan cita-cita Nabi Saw dan Imam Ali as, yaitu menegakkan
hukum Allah di tengah masyarakat. Gaya hidup pemimpin umat harus sama
dengan gaya hidup level masyarakat paling bawah. Dia harus menjauhi
kemewahan duniawi. Untuk tujuan inilah Imam Khomeini bangkit melawan
rezim Syah Iran.
Dalam pandangan
Imam Khomeini, ulama dan fuqaha memiliki peran besar dalam menjalankan
firman-firman Ilahi dan hukum Islam di tengah masyarakat. Beliau
mengungkapkan, "Imam dan fuqaha yang adil berkewajiban memanfaatkan
pemerintahan untuk menjalankan hukum Ilahi, menegakkan sistem Islam yang
adil dan melayani rakyat. Tak ada yang mereka dapatkan dari kekuasaan
selain jerih payah dan kesusahan. Tapi apa hendak dikata, sebab mereka
memikul tugas ini. Masalah Wilayah Faqih adalah masalah misi dan
pelaksanaan tugas."
Salah satu
tujuan pembentukan pemerintahan Islam dalam pandangan Imam Khomeini
adalah mengenalkan bentuk pemerintahan yang ideal dan teladan kepada
dunia kontemporer. Hanya pemerintahan berlandasan ajaran Islamlah yang
bisa mengeluarkan umat manusia dari kebuntuan politik dan tipudaya
rezim-rezim bejat dan ilegal. Beliau dalam banyak kesempatan menyatakan
optimis tak lama lagi masyarakat dunia akan menyadari bahwa pemerintahan
Islam adalah pemerintahan yang memperjuangkan keadilan, anti kezaliman
dan demokratis.
Dengan harapan
bisa menegakkan keadilan dan spiritualitas di dunia modern serta
menerapkan hukum-hukum ilahi, Imam Khomeini merintis pemerintahan Islam
di Iran. Beliau juga menggariskan metode kepemimpinan faqih atau Wilayah
Faqih dalam pemerintahan Islam. Dengan membawakan berbagai dalil, Imam
Khomeini membuktikan bahwa di masa keghaiban Imam Maksum pun hukum dan
aturan politik dan sosial Islam harus dijalankan, dan itu menuntut
terbentuknya pemerintahan Ilahi yang melibatkan peran serta rakyat.
Pemerintahan Islam yang dimaukan oleh Imam Khomeini adalah pemerintahan
yang peduli dengan peran rakyat. Partisipasi dan pemikiran rakyat
sangat penting dan efektif. Pandangan rakyat sangat membantu
pemerintahan dan pengaturan negara. Dalam kaitan ini, beliau berkata,
"Tak ada kekuatan apapun yang melebihi kekuatan rakyat." Ungkapan ini
menunjukkan pandangan politik Imam Khomeini yang berlandaskan Islam
tentang peran serta rakyat dalam makna yang sebenarnya. Beda halnya
dengan demokrasi dan kerakyatan versi Barat yang hanya manis di luar
tapi menipu opini umum. Dengan pandangan kerakyatannya ini, Imam
menyerahkan masalah-masalah penting negara kepada rakyat seperti dalam
hal menentukan sistem negara, pengesahan undang-undang dasar, memilih
Rahbar atau Pemimpin Revolusi, memilih Presiden dan para anggota
legislatif.
Imam Khomeini percaya
penuh dengan kekuatan persatuan rakyat. Dalam pandangan beliau, dengan
mengandalkan rakyat, kekuatan kubu agresor dan adidaya daya dunia bisa
dilawan. Beliau berkata, "Sejarah membuktikan bahwa tak ada kekuatan
apapun yang bisa memadamkan gelora hati rakyat tertindas yang bangkit
untuk mencapai kebebasan dan kemerdekaannya."
Sami Zubaidah, pengamat politik dan dosen di Universitas London
menyebut Imam Khomeini sebagai sosok figur milik zaman kontemporer.
Sebab, beliaulah yang mencanangkan pemikiran politik yang melibatkan
rakyat dalam arti yang sesungguhnya.
Sebagai penutup seri cendekiawan kontemporer Iran, kita simak bersama
penggalan kata-kata Imam Khomeini berikut ini,"Bangsa-bangsa Muslim
hendaknya meneladani pengorbanan para pejuang kita yang berjuang demi
kemerdekaan, kebebasan dan cita-cita kemajuan Islam yang besar. Dengan
merapatkan barisan, mereka bisa menjebol dinding-dinding imperialisme
dan melangkah maju ke arah keterbebasan dan kehidupan insani." (IRIB
Indonesia)
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus