A. Pengertian Fiqih
Fiqih Menurut para
Ulama
Fiqih menurut bahasa bermakna : tahu dan paham,]
sedangkan menurut istilah, banyak ahli fiqih (fuqoha’) mendefinisikan
berbeda-beda tetapi mempuyai tujuan yang sama diantaranya
Ulma’
Hanafi mendifinisikan fiqih adalah :
عِلْمٌ يُبَيِّنُ اْلحُقُوْقَ وَاْلوَاجِبَآتِ الَّتِي تَتَعَلَّقُ بِأَفْعَآلِ
اْلمُكَلَّفِيْنَ
“Ilmu
yang menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan amalan para
mukalaf”.
Sedangkan menurut pengikut Asy Syafi’i mengatakan bahwa
fiqih (ilmu fiqih) itu ialah :
العِلْمُ الَّذِي يُبَيِّنُ الأَحْكَامَ الشَّرْعِيَّةَ الَّتِي تَتَعَلَّقُ
بِأَفْعَآلِ اْلمُكَلَّفِيْنَ اْلمُسْتَنْبِظَةِ مِنْ اَدِلَّتِهَآ التَّفْصِيْلِيَّةِ
“ilmu
yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan pekerjaan para
mukallaf, yang dikeluarkan (diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas
(tafshili)”.
Jadi dapat disimpulkan dari difinisi-definisi di atas, fiqih adalah :
ilmu yang menjelaskan tentang hukum syar’iyah yang berhubungan dengan segala
tindakan manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang diambil dari
nash-nash yang ada, atau dari mengistinbath dalil-dalil syariat Islam.
Tujuan Mempelajari
Fiqih
Dari uraian tentang pengertian ilmu fiqih dapat dimengerti bahwa tujuan
mempelajari ilmu fiqih antara lain :
tujuan mempelajari ilmu fiqih (yang didifinisikan menurut pengertian ahli
usul) amat besar, diantaranya : mengetahui mana yang disuru mana yang dilarang,
mana yang haram mana yang halal, mana yang sah mana yang batal, dan mana yang
fasid.
Dengan
ilmu fiqih, kita dapat mengetahui bagaimana kita menyelenggarakan nikah, talak,
bagaimana memelihara jiwa, harta dan kehormatan, tegasnya menetahui hukum-hukum
yang harus berlaku dalam masyarakat umum.
Untuk
mengetahui sebagian besar dari ilmu (hukum-hukum furu’) yang dikehendaki oleh
agama.
Jelasnya, untuk mendapatkan jalan menuju keselamatan di dunia serta
keselamatan di ahirat yang sesuai dengan sperti apa yang dikehendaki agama.
Untuk
dapat menerapkan hukum-hukum syariat Islam terhadap perbuatan dan ucapan manusia.
Jadi ilmu fiqih itu adalah rujukan (tempat kembali) seorang
hakim atau qodhi dalam keputusannya, rujukan seorang mufti dalam fatwanya dan
rujukan seorang mukallaf untuk mengetahui hukum syariat dalam ucapan dan
perbuatannya. Inilah ujuan yang dimaksudkan dari undang-undang itu tidak
dimaksudkan kecuali untuk menerapkan materi hukum terhadap perbuatan dan ucapan
manusia selain itu juga untuk membatasi setiap mukallaf terhadap hal-hal yang
diwajibkan atau yang diharamkan baginya.
B. Perkembangan Fiqih
Dan Para Tokoh Ulama Fiqih
Periode Pertama
Masa
Rasulullah Pada periode ini, kekuasaan pembentukan hukum berada di tangan
Rasulullah. Sumber hukum Islam ketika itu adalah Al-Qur’an. Apabila ayat
Al-Qur’an tidak turun ketika ia menghadapi suatu masalah, maka ia, dengan
bimbingan Allah SWT menentukan hukum sendiri. Yang disebut terakhir ini
dinamakan sunnah Rasulullah saw. Istilah fiqh dalam pengertian yang dikemukakan
ulama fiqh klasik maupun modern belum dikenal ketika itu. ilmu dan fiqh pada
masa Rasulullah mengandung pengertian yang sama, yaitu mengetahui dan memahami
dalil berupa Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.
Periode Kedua
Masa
al-Khulafa’ ar-Rasyidin (Empat Khalifah Besar) sampai pertengahan abad ke-l H.
Pada zaman Rasulullah, para sahabat dalam menghadapi berbagai masalah yang
menyangkut hukum senantiasa bertanya kepada Rasulullah. setelah ia wafat,
rujukan untuk tempat bertanya tidak ada lagi.
Oleh sebab
itu, para sahabat besar melihat bahwa perlu dilakukan ijtihad apabila hukum
untuk suatu persoalan yang muncul dalam masyara’at tidak ditemukan di dalam
Al-Qur’an atau sunnah Rasulullah. Ditambah lagi, bertambah luasnya wilayah
kekuasaan Islam membuat persoalan hukum semakin berkembang karena perbedaan
budaya di masing-masing daerah.
periode Ketiga
Pertengahan
abad ke-1 H sampai awal abad ke-2 H. Periode ini merupakan awal pembentukan
fiqh Islam. Sejak zaman Usman bin Affan (576-656), khalifah ketiga, parasahabat
sudah banyak yang bertebaran di berbagai daerah yang ditaklukkan Islam.
Masing-masing sahabat mengajarkan Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW kepada
penduduk setempat. Di Irak dikenal sebagai pengembang hukum Islam adalah
Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud), Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar (Ibnu Umar) di Madinah
dan Ibnu Abbas di Makkah. Masing-masing sahabat ini menghadapi persoalan yang
berbeda, sesuai dengan keadaan masyara’at setempat.
Periode Keempat
Pertengahan
abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 H. Periode ini disebut sebagai periode
gemilang karena fiqh dan ijtihad ulama semakin berkembang. Pada periode inilah
muncul berbagai mazhab, khususnya mazhab yang empat, yaitu Mazhab Hanafi,
Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali.
Pertentangan
antara Madrasah al-hadits dengan Madrasah ar-ra’yu semakin menipis sehingga
masing-masing pihak mengakui peranan ra’yu dalam berijtihad, seperti yang
diungkapkan oleh Imam Muhammad Abu Zahrah, guru besar fiqh di Universitas
al-Azhar, Mesir, bahwa pertentangan ini tidak berlangsung lama, karena ternyata
kemudian masing-masing kelompok saling mempelajari kitab fiqh kelompok lain.
Periode Kelima
Pertengahan
abad ke-7 H sampai munculnya Majalah al-Ahkam al-’Adliyyah pada tahun 1286 H.
Periode ini diawali dengan kelemahan semangat ijtihad dan berkembangnya taklid
serta ta’assub (fanatisme) mazhab. Penyelesaian masalah fiqh tidak lagi mengacu
pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW serta pertimbangan tujuan syara’ dalam
menetapkan hukum, tetapi telah beralih pada sikap mempertahankan pendapat
mazhab secara jumud (konservatif). Upaya mentakhrij (mengembangkan fiqh melalui
metode yang dikembangkan imam mazhab) dan mentarjih pun sudah mulai memudar.
Ulama merasa
sudah cukup dengan mempelajari sebuah kitab fiqh dari kalangan mazhabnya,
sehingga penyusunan kitab fiqh pada periode ini pun hanya terbatas pada
meringkas dan mengomentari kitab fiqh tertentu. Di akhir periode ini pemikiran
ilmiah berubah menjadi hal yang langka. Di samping itu, keinginan penguasa pun
sudah masuk ke dalam masalah-masalah fiqh. Pada akhir periode ini dimulai upaya
kodifikasi fiqh (hukum) Islam yang seluruhnya diambilkan dari mazhab resmi
pemerintah Turki Usmani (Kerajaan Ottoman; 1300-1922), yaitu Mazhab Hanafi,
yang dikenal dengan Majalah al-Ahkam al-’Adliyyah.
Periode Keenam
Sejak
munculnya Majalah al-Ahkam al- ‘Adliyyah sampai sekarang. Ada tiga ciri
pembentukan fiqh Islam pada periode ini, yaitu:
1. Munculnya Majalah al-Ahkam al-’Adliyyah
sebagai hukum perdata umum yang diambilkan dari fiqh Mazhab Hanafi;
2. Berkembangnya upaya kodifikasi hukum
Islam; dan
3. Munculnya pemikiran untuk memanfaatkan
berbagai pendapat yang ada di seluruh mazhab, sesuai dengan kebutuhan zaman.
Munculnya
kodifikasi hukum Islam dalam bentuk Majalah al-Ahkam al-’Adliyyah
dilatarbelakangi oleh kesulitan para hakim dalam menentukan hukum yang akan
diterapkan di pengadilan, sementara kitab-kitab fiqh muncul dari berbagai
mazhab dan sering dalam satu masalah terdapat beberapa pendapat. Memilih
pendapat terkuat dari berbagai kitab fiqh merupakan kesulitan bagi para hakim
di pengadilan, di samping memerlukan waktu yang lama. Oleh sebab itu,
pemerintah Turki Usmani berpendapat bahwa harus ada satu kitab fiqh/hukum yang
bisa dirujuk dan diterapkan di pengadilan.
C. Tokoh Ulama Fiqih
MAM ABU HANIFAH
Abu Hanifah al-Nu'man ibn Tabit, ahli terbesar dalam Hukum Islam,
dilahirkan di Kufa pada 80 H (699M) semasa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.
Ia seorang non-Arab keturunan Persia. Beliau pernah mengalami hidup pada masa
sepuluh Khalifah Umayyah, termasuk Umar bin Abdul Aziz.
Pada saat itu ilmu sastra, hadits dan fiqih merupakan mata pelajaran yang
banyak diminati oleh ilmuan. Banyak ilmuan dari Mesir, Persia dan Suriah yang
belajar di Kufa. Kufa saat itu merupakan pusatnya ilmu-ilmu Hadits karena di
sana telah tinggal 1000 pengikut nabi, termasuk di dalamnya yang pernah terjun
pada perang Badar. Abu Hanifah sendiri belajar pada seorang ulama besar pemilik
sekolah tersebut yang bernama Hammad.
Selain belajar kepada Imam Hammad beliau juga berguru kepada 93 guru ahli
Hadits, termasuk didalamnya Ata bin Ali Rabah dan Imam Akrama yang termasyur.
Selain kedalaman ilmunya beliau juga terkenal keberaniannya dalam
menasehati penguasa yang dzalim dan kukuh memegang pendapatnya. Hingga pernah
beliau dipenjarakan oleh Khalifah Abbasiyah karena enggan bersekongkol dalam
pelanggaran hukum Islam. Dipenjara beliau di racuni hingga wafat.
Namun demikian karya-karyanya banyak digunakan oleh muridnya untuk
disebarkan kelapisan umat Islam, tiga karyanya yang terbesar antara lain, yaitu
Fiqih Akbar, Al-Alim wal Mutaam, Musnad Fiqih Akbar, sebuah ringkasan majalah
yang terkenal.
IMAM MALIK
Malik ibn Anas datang dari keluarga Arab yang terhormat. Para ahli tarikh
berbeda pendapat dalam menentukan tahun kelahiran Imam Malik, Ibn Khalikan
menyebut 95 H, tetapi yang umum diterima adalah 93 H, dan ia lebih mudah 13
tahun dari rekannya Abu Hanifah. Beliau menggali ilmu di Madinah yang saat itu
merupakan pusat pendidikan, kakeknya dan pamannya adalah seorang ahli Hadits.
Cendekiawan yang mengajarkan beliau antara lain Imam Jafas Sadiq, Muhammad bin
Syahab Az-Zahri, Yahya bin Saeeb dan Rabi Rayi.
Imam ini banyak mewariskan karya tulisnya salah satu yang cukup terkenal
adalah Muwatta (kumpulan hadits), yang berisi tentang Fiqih Islam, Akhlak dan
Aqidah. Muwwata merupakan kumpulan hadits yang telah banyak dibuktikan
kebenarannya dan memuat sekitar 10.000 hadits, lalu beliau merevisi sehingga
menjadi 1.720 hadits.
Beliau banyak melahirkan manusia-manusia unggul yang tenti di dukung oleh
sistem saat itu di bawah kekuasaan Umar bin Abdul Aziz, yang pernah belajar
dari beliau antara lain Imam Syafii, Sofyan Tsauri, Imam Hanafi, Qadi Muhammad
Yusuf para Khalifah seperti Khalifah Mansur, Hadi Harun dan Ma'mun, serta
banyak lagi lainnya yang berguru padanya.
Beliau tidak bersedia bila dipanggil untuk mengajar, sekalipun oleh seorang
khalifah. Prinsip beliau ilmu haruslah dihampiri, bukan ilmu yang menghampiri.
Beliau memiliki pendirian yang kuat dan berani menentang segala kekufuran yang
ada walaupun cambuk dihadapan matanya.
IMAM SYAFI'I
Abu Abdullah Muhammad bin Idris, lebih terkenal dengan sebutan Imam Syafii.
Ia lahir di Ghaza pada 767 M, ayahnya meninggal saat ia masih kanak-kanak, dan
dibesarkan oleh ibunya dalam kemiskinan. Beliau belajar Hadits dan Fiqih dari
Muslim Abu Khalid Al-Zinyi dan Sufyan Ibn Uyayna. Ia hafal kitab Muwatta di
hadapan Imam Malik menerimanya sebagai murid. Ia berpetualang mencari ilmu ke Kairo,
Baghdad, Yaman dan menyebarkannya. Daya ingatannya yang kuat dan ketajamannya
berfikir membuat banyak orang ingin tahu dan belajar padanya. Ia dianggap
pendiri Usul al-Fiqih. Ijtihad-itjihadnya banyak digunakan kaum muslimin saat
itu maupun sekarang.
Beliau memusatkan kegiatannya di Kairo dan Baghdad dengan menghasilkan
banyak karya. Dibawah Sultan Salahudin Ayyubi, Mazhab Syafii paling utama.
Tetapi Sultan Baibars mengakui juga Mazhab fiqih yang lain.
Ia wafat di Mesir pada 20 Januari 820 M (29 Rajab 204 H) dan dimakamkan di
pemakaman Banu Abd.
IMAM HAMBALI
Masa Khalifah Abbasiyah, Ma'mun ar-Rasyid, terkenal saat itu berkembangnya
paham Mu'tazilah. Ahmad ibn Hambal dihadapkan kepada Khalifah dan dimintai
pendapatnya tentang "Apakah Al-Qur'an itu Mahluk Alllah?" Beliau
berpendapat yang bertentangan dengan pendapat Khalifah beserta ulama Mutazilah
dengan mengatakan bahwa Al-Quran adalah firman Allah. Ternyata jawabannya itu
menyebabkan ia tidur di bui.
Imam Ahmad bin Hambal terkenal sebagai seorang tokoh Islam sekaligus
pembangkit umat. Beliau dilahirkan di Baghdad pada I Rabiulawal 164 H (Desember
780 M). Ahmad menjadi piatu dalam usia muda sekali, dan mewarisi perkebunan
keluarga dengan penghasilan yang lumayan. Ia mempelajari Hadits di Baghdad dari
Qadi Abu Yusuf. Guru utamanya adalah Sofyan bin Uyayna, tokoh ahli mahzab
Hejaz. Menjadi murid Imam Syafii sejak 795 M.
Khalifah Abbasiyah, Ma'mun ar-Rasid, meninggal tak lama setelah Imam Ahmad
dipenjarakan. Al-Mu'tasim sebagai khalifah baru memanggil kembali Imam Ahmad,
lalu ditanyai kembali mengenai Al-quran itu mahluk, dengan tegas dan penuh
percaya diri Imam Ahmad menjelaskan hal yang sama sehingga ia diasingkan, namun
demikian beliau tetap memegang teguh pendirianya.
Imam Ahmad sangat mementingkan Hadits. Karya besarnya adalah Musnad, sebuah
ensikplopedi yang memuat 2.800 sampai 2.900 Hadits Nabi. Karyanya yang lain
adalah Kitab us Salah (kitab tentang sholat), Ar-radd-alal-Zindika (sebuah
sanggahan tentang Mutazilah yang dikarangnya saat dipenjara) Kitab us Sunnah.
IMAM ABU ISHAQ AS SYIRAZI (W. 476 H.)
Nama
lengkapnya, Ibrahim bin Ali bin Yusuf Jamaluddin al Firusabadi as Syirazi,
Dila-hirkan pada tahun 383 H. di desa Firuz Abad, Syirazi, Persia. Ia sebagai
dosen Universitas Nidzamiyah di Baghdad, sebuah Perguruan Tinggi yang didirikan
perdana menteri Nidzamul Muluk dari kerajaan Sal-juq. Banyak kitab-kitab
karangan beliau antara lain Al
Muhazab, At Tanbih, At Tabsyirah Al Luma’, Tazkirah al Masulin dan
sebagainya. Kitab At Tanbih itu kemudian. Disyarahkan oleh para pakar Islam
seba-nyak 37 macam syarah dengan berbagai pemikiran sesuai dengan latar
belakang disiplin ilmu yang mereka miliki. Di samping itu kitab Al Muhazab oleh
Imam Nawawi di syarakhan menjadi 21 jilid besar dan dinamakan Al Majmu’. Abu
Ishaq wafat tahun 476 H.
IMAM
NAWAWI (Wafat: 676 H.)
Nama
lengkapnya ialah Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syaraf An Nawawi dilahir-kan
pada tahun 630 H. di Nawa, sebuah negeri dekat Damaskus (Damsyik) Suriah. Imam
Nawawi putra terbaik telah berhasil menyelesaikan kitab karangannya sebanyak 30
judul kitab diantaranya yaitu,
Minhajut Thalibin, Riyadhus Shalihin, Al Azkar, Matan Arba’in, Al Majmu’.
Syarah Hadits Muslim, AL Idlah, At Tibyan, Al Irsyad, Bustanul ‘Arifin, Al
Isyarat, Mir’atuz Zaman, At Tahqiq dan lainnya. Selama hidupnya ia
belum pernah menikah karena sibuk dengan penyusunan kitab-kitabnya itu hingga
akhir hayat pada tahun 676 H. dalam usia 46 tahun.
SYAIKH
AL BAJURI (Wafat: 1276 H.)
Nama
lengkapnya adalah Ibrahim bin Muhammad al Bajuri, lahir di Bajur, Mesir.
Setelah selesai kuliah di Universitas Al Azhar Kairo kemudian menjadi dosen
pada Univer-sitas ter-sebut. Guru-gurunya ilmu fiqih ialah Syaikh Abdullah as
Syarqawi, Dawud al Qal’awi, Muhammad al Fadhali dan ulama lainnya.
Diantara para murid Bajuri ini ada-lah Syaikh Haji Ahmad Rifa’i bin Muhammad
al Indunisi. Kitab-kitab karangannya ialah Hasyiyah
Al Bajuri, Tahqiqul Maqam, Hasyi-yah Sanusi, Tuhfatul Murid Hasyiyah Matan
Sulam, Tuhfatul Basyar, Tuhfatul Khairiyah, Hasyiyah Banat S’ad, Fathul Khabir,
Ad Durarul Hasan, Fathur Rabbi Bariyah. Fathul Fatah. Hasyiyah al Burdah dan Al
Mawahibul Laduniyah serta yang lain. Beliau wafat pada tahun 1276
H.
C.
Analisis Dan Kesimpulan
·
Analisis
Fiqih adalah Ilmu yang menerangkan segala hak dan
kewajiban yang berhubungan amalan para mukalaf, maka sudah sepatutnya setiap
muslim mempelajari fiqih sebagai alat untuk melaksanakan ibadah kepada Allah
SWT.
Maka segala Amalan didunia harus disertai dengan ilmu Fiqih, karena semua
tatacara pelaksanaan ibadah ada dalam fiqih. Hamba yang tidak mengetahui
tentang ilmu fiqih, maka amalannya dalam keadaan sia-sia.
·
Kesimpulan
Fiqih Menurut
Imam Asy-Syafi’i adalah ilmu yang
menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan pekerjaan para mukallaf,
yang dikeluarkan (diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (tafshili)
Sedangkan menurut Imam Hanafi adalah Ilmu yang menerangkan segala hak dan
kewajiban yang berhubungan amalan para mukalaf.
Jadi Fiqih secara
keseluruhan pengertiannya adalah fiqih adalah : ilmu yang menjelaskan tentang hukum syar’iyah yang
berhubungan dengan segala tindakan manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan,
yang diambil dari nash-nash yang ada, atau dari mengistinbath dalil-dalil
syariat Islam.
Tokoh ulama
yang paling terkemuka dalam Ilmu Fiqih adalah para ulama yang mempunyai
pengikut banyak atau yang kita kenal dengan ulama mazhab. Diantaranya adalah:
Imama Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Imam Hambali, disamping para tokoh ulama yang
lain.